Kak Sasa, kakak pembimbing klub bahasa di Darul Hijrah, meminta kami para pengajar untuk datang ke pondok hari Minggu kemarin, dalam rangka menyusun prota dan prosem. Awalnya aku ragu untuk mengiyakan, tapi kemudian Anisa menyuruhku pergi aja, dan bila perlu menginap sekalian karena malam minggu nanti bakal ada acara akbar di Pondok Pesantren Darul Hijrah Puteri: Panggung Gembira.
Sebenarnya, sudah dari dulu Anisa memanas-manasiku untuk ikut. Tapi aku orangnya yang malas menginap di tempat asing, menolak halus. Well, aku tidak mempan kena bujukan kakak. Namun saat mendengar ada rapat yang diadakan minggu pagi itu, hati ku pun luluh. Baiklah menginap saja, sekalian lihat seperti apa sih acara Panggung Gembira yang diadakan pondok besar ini.
Aku datang sekitar jam delapan malam bersama temanku, Azmi, dan acara belum dimulai. Aku memperhatikan. Panggung yang dibuat begitu besar, dengan nuansa kapal tapi ada unsur atap mesjidnya juga. Ada dua layar besar di samping panggung, memastikan orang-orang yang menonton di belakang masih bisa menonton. Lampu gemerlapan menerangi panggung, hidup mati, dengan warna yang berbeda, benar-benar indah. Tak ketinggal ada begitu banyak kamera yang menyorot panggung, termasuk kamera berjalan juga. Aku jadi takjub sendiri, nih acara mau disiarin di TV, ya?
Ternyata tidak. Semua kamera itu dibutuhkan dalam rangka untuk dokumentasi. Tapi kalo melihat dokumentasinya sampai secanggih ini, aku jadi yakin bahwa Panggung Gembira yang satu ini bukan main-main. Ku pikir acara ini tidak akan lebih mewah dari layar tancep, ternyata persiapannya udah seheboh-heboh konser Arashi. Gkgk. Saluuut!
Jam sembilan kurang acara akhirnya dimulai. Sekitar tiga puluh murid naik ke atas panggung, menyanyikan dua lagu shalawat. Lagu pertama pure arabic, lagu kedua mix dengan Indonesia. Ada empat penyanyi, sedang dibawah ada sekitar tiga puluhan murid yang menjadi menari, tarian khas kasidahan lah.
Berhubung ini pertama kalinya aku melihat hal semacam ini, aku jadi cukup excited. Apalagi waktu ku lihat layar LCD, pengambilan gambarnya benar-benar kelas profesional. Nih ajang tidak setengah-setengah rupanya.
Oh iya, acara ini sendiri diberi tajuk Pagelaran Seni Akbar Panggung Gembira 617 Ex-Reverwin. 617 adalah kode bahwa acara ini diadakan oleh siswa semester akhir, kelas 6, angkatan ke-17. Meski begitu, bukan berarti acara ini sudah diadakan tujuh belas kali. Pondok DH berkembang, kalau dulu tidak sebesar ini. tidak tahu sejak kapan tradisi PG ini dimulai, tapi menurut pengakuan Anisa yang lulus dari pondok tahun 2005, beliau bilang tradisi ini belum dimulai pada zaman beliau. Beliau bilang dulu juga ada acara semacam ini, tapi masih skala kecil. Sedang Ex-Reverwin itu adalah singkatan, aku lupa kepanjangannya apa. :D. Intinya, singkatan dalam bahasa Inggris tersebut, merupakan kode nama alias nama yang ditujukan bagi kelompok murid kelas 6 yang bakal lulus tahun ini. Hm, berarti, tiap tahun kode namanya juga berbeda, eya.
Balik ke acara. Selesai shalawat, empat MC naik, membuka acara dengan menyebutkan susunan acara. Meski keempat MC itu sudah menggebu-gebu membacakan acara dengan paduan tiga bahasa sekaligus, sayang sekali, kualitas Mic-nya begitu buruk. Banyak bagian yang putus-putus tidak terdengar gegara Mic. Ah, masalah kecil yang benar-benar mengurangi keindahan acara.
Setelah acara dibuka, dilanjutkan dengan pembacaan tilawah, sambutan panitia pelaksana, dilanjutkan dengan sambutan direktur alias Pimpinan Pondok, yang juga langsung membuka acara itu dengan memukul gong besar tiga kali. Dung! Dung! Dung!
Setelahnya, ada performa yang kalau menurutku, paling menarik. Sekitar dua puluh santriwati naik ke atas panggung, diiringi tabuhan drum marching, mereka meragakan berbagai gerak domino. Itu tuh, kayak gerakan berombak dimulai dari ujung kiri ke ujung kanan, atau sebaliknya. Gerakannya sebenarnya sederhana aja, tapi efek domino yang ditunjukkan benar-benar indah. Apalagi pas ngeliatnya di layar LCD, berasa ngeliat gerakan gulungan ombak. Aha. Keren!
Setelahnya, masuklah berbagai performa dari berbagai golongan. Berbagai ekskul ditampilkan di atas panggung. Pramuka, silat, tari, paskibra, dan lainnya. Yang paling lucu adalah empat orang yang berakting shalat, untuk menunjukkan bahwa santriwati pondok ini tak pernah lepas dari kegiatan shalat. Aku suka liat bagian ini. Atas panggung jadi ramai dengan berbagai kegiatan yang tidak berhubungan. Tapi tidak keteraturan itu adalah seni, dan aku menyukainya.
Selanjutnya ada paduan suara, menyanyikan lagu mars pondok, dipimpin oleh seorang Pemalu yang gayanya keren abis. Disini lagi, ku rasa ada kekurangannya. Suara musik lebih keras ketimbang suara santriwati menyanyi. Sehingga ada beberapa bagian dimana suara santri tidak terdengar, terutama di bagian dengan nada-nada rendah. Tapi tak apa lah. Lampu-lampu yang dipegang para santri membuat suasana panggung terlihat semarak dan indah. Ah, you are my flashlight... (nyanyi dulu :D)
Perform Rudat dari SMP menjadi acara selanjutnya. Rudat gaya melayu, sudah sering ku lihat tentu saja, tapi ini pertama kalinya ku melihat secara live, jadi nikmatin saja. Ada tarian piring juga, dan lagu-lagu tentunya.
Setelahnya, ada drama berbahasa inggris, yang ceritanya merupakan gabungan dari beberapa dongeng klasik. Ada cinderella, rapunzel, gadis berkerudung merah, dan macem-macem. Meski berbahasa Inggris, aku bisa mencerna hampir semua percakapannya. Haha, kalo gak bisa, kredibilitas ane sebagai pelatih english klub dipertanyakan. Format ceritanya murni drama, bukan kabaret, namun tentu saja, dengan suara yang sudah direkam.
Setelahnya ada penampilan tari dayak, dan disinilah masalah bermula. Rasa kantuk yang sedari tadi ku tahan-tahan tidak bisa lagi diajak kompromi. Setelah berjuang keras menahannya, aku akhirnya menyerah. Dipertengahan pertunjukkan ku putuskan undur diri dan pergi ke kamar kakakku: aku pengen tidur!
Tapi sudah pasti aku tidak bisa tidur nyenyak seperti yang ku kira. Haha. Suara pertunjukan yang keras tetap membuatku terjaga. Namun itu tak masalah. Selama aku punya tempat untuk merebahkan diri, itu sudah lebih dari cukup. Haha.
Baiklah, meski tidak melihat, akan ku tuliskan apa saja pertunjukkan selanjutnya, yang listnya ku dapat dari surat undangan yang ku temukan pagi tadi di atas meja penonton. Gkgk. Setelah tari dayak, pertunjukan diiringi dengan performa nasyid, tari seribu tangan, teater puisi, tari india, tari banjar, fashion show, drama kabaret, tari arab, madihin, real action, baru deh penutup. Dari keterangan yang ku dapat dari kakak yang menonton drama itu sampai selesai, acara baru benar-benar usai pada jam setengah satu malam. Waw! Pantas saja para musrifahnya pagi tadi pada teler, gak bangun-bangun buat shubuh walo udah dipanggil berkali-kali ama Anisa yang notabene gak shalat. Haha.
Oke, sekarang aku ingin memberi penilaian tentang pertunjukan PG yang ku tonton malam tadi. Seperti yang sudah ku bilang, ini pertama kalinya aku nonton acara beginian, jadi ku tak bisa memberi perbandingan. Berharap dapat pertunjukan seperti konser Arashi, sepertinya aku terlalu berlebihan. Haha. Kelasnya jelas beda, ini kan pertunjukkan lokal, jadi tak sebanding dengan Arashi. Tapi usaha panitia selama satu bulan untuk menyiapkan acara ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Secara keseluruhan, akan ku bilang acara ini sukses. Yeah, meski aku tidak menonton sampai selesai, tapi faktor mengantuk yang ku alami bukanlah salah pertunjukkan. Dari sananya aku memang tidak terbiasa begadang, serame apapun acara yang ku tonton, termasuk acara malam tadi.
Saat mendengar PG, sebenarnya aku belum begitu ada bayangan pertunjukkan macam apa yang akan ditayangkan. Aku malah jadi mikirnya macam pertunjukkan atraksi yang dimainkan pemain sirkus hebat. Haha. Tapi untuk PG yang satu ini, lebih didominasi oleh tarian dan nyanyian. Kalo digabung, tarian dan nyanyian mengisi acara ini sekitar 80%. Sisanya adalah drama dan fashion show. Itu juga kan tak lepas dari unsur nyanyian. Ehe. Sepertinya emang begitulah yang namanya PG: perfoma tarian dan nyanyian. Lah, konser Arashi isinya juga tarian dan nyanyian, kan? #plak, kok dibandingin lagi. XD
Kalo disuruh menjelaskan apa kekurangan acara ini, satu yang jelas adalah sound system. Aduh, serius, persiapan udah matang, tapi kualitas mic yang kadang ngadat itu bener-bener bikin penonton keki. Untung yang ngomong pasang muka tenang (alias muka tembok), tetap tegar di atas panggung tak peduli mic nya yang gak nyala saat ia bercuap-cuap ria. Kekurangan yang satu ini juga menjadi topik pembicaraan Anisa pagi ini dengan musrifah lain, saat tengah sarapan. Ah, ternyata bukan cuma aku yang berpendapat seperti itu.
Satu lagi kekurangannya, adalah acara yang dimulai terlalu malam, jam 9, sehingga kelarnya juga kemalamam, jam setengah satu. Andai acara dimulai lebih awal, jam delapan misalnya, tepat setelah habis shalat isya, dijamin pertunjukan akan tayang lebih awal, dan akan ada lebih banyak pertunjukan juga yang sempat ku tonton. Tapi ku rasa mereka juga punya pertimbangan sendiri saat memutuskan acara baru dimulai jam sembilan. Ini acara publik, yang tidak hanya menjadi konsumsi para santri, tapi juga orang luar seperti alumnus dan keluarga santri. Ya, semua keluarga santri diundang ke acara ini, meski cuma ada beberapa saja yang berhadir. Karenanya, mungkin berniat menunggu undangan telah berhadir semua, baru acara bisa dimulai.
Tapi pada kenyataannya, bangku yang disediakan untuk keluarga banyak kosongnya. Bangku ‘terlarang’ itu bahkan kami duduki, dan tak ada yang merebut. Ehe. Maksudnya adalah, sebenarnya aku dan Azmi tidak diperkenankan duduk disitu, karena itu kan untuk orang tua murid. Tapi melihat bangku yang banyak kosong, dan posisi tempat duduk yang startegis, kami memutuskan untuk duduk disana. Sampai akhir acara, atau setidaknya sampai aku masuk kamar, tempat duduk di sebelah kami tetap kosong tak berisi. Besoknya, saat ku ceritakan masalah ini pada Anisa pun, beliau maklum aja waktu kami duduk disana. Karena pada akhirnya memang, tempat duduk itu dibuka untuk ‘umum’, bukan khusus pada orang tua murid lagi. Banyak kursi nganggur soalnya.
Well, berhubung ini adalah pengalaman pertamaku ‘nonton konser’, aku cukup menghargainya. Setidaknya aku tidak merasa rugi menontonnya. Karena selain dapat hiburan, aku juga dapat materi untuk menulis di blog seperti ini. Gkgk. Lain kali kalau ada kesempatan, Insya Allah akan ku tonton lagi. ^_^
0 Comments