JSON Variables

Header Ads

[Review] Negeri di Ujung Tanduk: Menilik di Balik Layar Sistem Politik Indonesia

Setelah sebelumnya sempat greget dan penasaran gara-gara ending novel Negeri Para Bedebah yang ku baca rada ngegantung, ternyata Anisa, kakakku, punya obat pelipur laranya, yaitu novel sekuel berjudul Negeri di Ujung Tanduk. Minggu ini, di sela-sela kegiatan mengawas UTS anak-anak, aku bisa menamatkan novel tersebut. Berhubung aku ngebacanya santai aja dan cuma melakukannya di sekolah, aku baru menamatkan buku ini setelah dua hari.

Sekarang, aku ingin menulis kembali review buku ini setelah sebelumnya aku menulis review Negeri Para Bedebah. Novel karangan Tere Liye yang satu itu ini masih melanjutkan kisah perjuangan Thomas, seorang konsultan keungan yang sekarang sudah mulai terjun ke dunia politik. Kejadian buruk tentang kebangkrutan Bank Semesta telah terjadi setahun yang lalu, dan sekarang ia bisa kembali melalui kehidupan yang tenang. Di tengah ramainya hiruk pikuk pemilu Indonesia, ia ikut terlibat dalam keramaian orang itu sebagai tim sukses salah satu calon presiden yang paling diperhitungkan di kancah dunia politik: JD.

Haha, waktu mendengar nama JD, aku langsung kepikiran kalo tokoh yang dimaksud disini adalah Joko Widodo. Apalagi kemudian digambarkan kalau dia adalah sosok yang sederhana, dekat pada rakyat, idealis, bercita-cita besar, pernah jadi walikota, pernah jadi gubernur ibu kota, lengkap sudah penggambaran Jokowi yang ditirunya. Kalo ditambah lagi pendeskripsian kalo beliau suka pakai baju kotak-kotak, tak banting nih buku. Hag hag bercanda. Tapi bukan berarti buku ini mengisahkan biografi Jokowi lo, ini kan kisah fiktif, sehingga alurnya juga dibolak-balik.

Dikisahkan, sosok JD yang idealis ini tentu saja dibenci banyak pihak, terutama oleh pihak yang tidak mau hukum ditegakkan di Indonesia. Maka disusunlah sebuah rencana kejahatan dan fitnah besar, sehingga JD yang masih belum resmi terpilih sebagai calon presiden itu, tiba-tiba saja ditangkap dengan tuduhan penggelapan uang proyek sewaktu ia menjabat sebagai gubernur dulu. Thomas juga tidak ketinggalan kena batu. Belum apa-apa ia sudah dituduh menyelundupkan ribuan senjata dan bahan peledak sehingga ia ditangkap badan keamanan Hong Kong. Tapi lagi-lagi, berkat pertolongan teman di klub petarungnya, ia berhasil lolos.

Nah, selanjutnya, kisah yang diceritakan di buku ini bukanlah tentang usaha Thomas membersihkan nama JD, tapi tentang bagaimana meyakinkan pada orang-orang partai bahwa JD-lah yang pantas menjadi calon presiden mewakili partai mereka, dalam Munas yang diadakan di Denpasar. Ia yakin JD tidak bersalah, dan ia merasa ada pihak-pihak tertentu yang membuat tuduhan tidak benar itu. Disinilah, Thomas berperan mengungkap siapa-siapa saja pihak yang memutar balikkan fakta tersebut, yang dalam istilahnya disebut sebagai mafia hukum.

Disini, lagi-lagi Thomas tidak sendirian. Kembali, tokoh heroine berupa seorang wartawan menemaninya. Wartawan kali ini namanya Maryam, dan ku pikir perannya tidak lebih penting ketimbang tokoh Julia yang ada di novel sebelumnya. Sebaliknya, aku lebih suka karakter Maggie, sekretaris Thomas yang sebelumnya juga muncul di buku Negeri Para Bedebah. Tokoh Maggie digambarkan sebagai seorang sekretaris yang begitu cekatan, tangkas, menyelesaikan setiap perintah bosnya, Thomas dengan baik, walo suka banyak protes juga. Pokoknya, Maggie adalah tokoh penting yang selalu menyediakan data-data dan keperluan Thomas untuk menyelesaikan kasus-kasus yang dihadapinya. Aku suka.

Oke, balik ke alur cerita. Di kisah ini, dimunculkan pula organisasi KPK, yang pada akhirnya ikut bekerja sama membantu Thomas untuk menangkap siapa saja dalang dibalik tuduhan pada pak JD alias para mafia hukum tersebut. Thomas mendapatkan listnya, segera diserahkannya kepada KPK, mereka bisa ditangkap, namun kasus tidak berakhir sampai disitu.

Bos besar di balik semua skenario itu malah menangkap pamannya, Om Liem, yang merupakan saksi kunci dalam setiap tindakan kriminal yang dilakukan para tokoh mafia hukum tersebut. Dan ternyata, si bos besar adalah dalang yang dulu sempat berurusan dengan Thomas di buku sebelumnya. Pada kenyataannya, kedua kisah ini memang berkaitan, dan inilah saatnya Thomas mengakhiri semuanya.

Berhadapan dengan bos besar, sudah dalam keadaan siap mati, ternyata pertolongan tak terduga akhirnya datang. Tokoh Rudy kembali dimunculkan, ada pula si petarung baru, Lee, yang ternyata merupakan cucu oleh seseorang yang dulu pernah ditolong kakeknya Thomas. Pada akhirnya, penjahat bisa ditangkap. Meski tidak dikisahkan apakah si JD berhasil memenangi kursi presiden atau tidak (kita sudah tahu jawabannya), yang jelas akhirnya tidak menggantung dan happy ending pula.

Dalam kisah ini, aku senang dengan munculnya tokoh Lee, si petarung yang banyak membantu dalam usaha penyelamatan Thomas. Kehadiran Lee si anak konglomerat itu selalu membuatku senyum-senyum. Ia benar-benar tokoh pahlawan yang muncul di saat tak terduga.

Sementara kemunculan kembali tokoh Rudy juga benar-benar membuatku bahagia. Waktu Thomas dipenjara, dan kembali ingin menyuap penjaga penjara, ia malah di seret ke ruang interogasi karena suapan tersebut tidak mempan. Usut punya usut, ternyata si boss yang ditakuti para penjaga penjara itu adalah Rudy. Haha. Itu reuni yang sungguh keren. Untung saja, Rudy bersedia mendengarkan cerita Thomas dan (lagi-lagi) membantunya kabur dari penjara.

Kalau disuruh memilih, ku rasa antara cerita Negeri di Ujung Tanduk dan Negeri Para Bedebah, yang paling intens itu adalah Negeri Para Bedebah. Sekuel yang satu ini tidak segreget buku pertamanya kalo ku bilang. Entahlah. Apa karena aku yang ngebacanya tidak khusyu’? jadi seakan-akan ada beberapa bagian yang ku baca sambil lalu, tanpa bisa mengingat lagi apa yang barusan ku baca tersebut. #plak

Untuk gaya penulisan, masih sama. Mutakhir dan berkelas. Tapi, kalo buku Bedebah bercerita tentang ekonomi, buku Tanduk satu ini bercerita tentang Politik. Buku ini dikarang pada bulan April 2013. Udah mulai musim pemilu gak sih? Rada lupa. Ehe.

Untuk rating, ku kasih 4/5. Itu pun bukan karena Thomas, tapi karena Rudy. Nyahaha. Aku suka aksi Rudy, serius. Ku rasa dialah yang berhak menyandang status sebagai petarung sejati di buku ini.

Post a Comment

0 Comments