Aku sudah cukup lama tidak mengupdate blog ini, mungkin dua minggu lebih yak. Maksudku dengan tidak mengupdate adalah mengenai kejadian-kejadian yang ku alami sehari-hari. Well, sebenarnya hari-hariku banyak ku lewati dengan tidur, sehingga ku rasa tak banyak yang bisa ku ceritakan. Haha. Meski begitu, ada satu hal yang ingin ku kisahkan sekarang, yaitu tentang pengalaman pertamaku menjadi guru. Ehe
Ceritanya begini. Sekitar tiga minggu yang lalu, kakakku nelpon dan tanya apakah hari Senin ku ada kuliah, ku jawab aja gak ada. Mendengar itu, beliau akhirnya memutuskan ‘sepihak’ bahwa aku akan menjadi pengajar di dalam ekskul English Club yang ada di pondok tempat beliau mengajar. Well, sejujurnya mengajar adalah hal yang baru bagiku dan ku tak punya banyak pengalaman di lapangan. Karenanya ku putuskan untuk setuju dan mencobanya.
Senin minggu kemarin aku akhirnya memasuki kelas untuk pertama kalinya. Aku berangkat bareng Helda, salah satu anak asrama 1 yang diperkenalkan kakak kepadaku. Hari pertama itu kami datang terlambat karena Helda ada kegiatan, sehingga kami baru datang pada jam setengah enam sore meski kelas harusnya dimulai jam lima sore. Pertama kali masuk, meski bingung apa yang harus ku lakukan, aku akhirnya memulai dengan Introdution. Haha. Untung saja, berhubung ini adalah pondok, maka muridnya bersikap sopan-sopan dan gak ada yang berbuat aneh-aneh kepadaku. Well, ini kan ponpes cewek.
Nah, senin tadi, aku kembali masuk untuk kedua kalinya dan memulai pengajaran yang sesungguhnya. Sejujurnya, aku rada malas untuk masuk karena ku gak tahu apa yang harus ku ajarkan. Haha. Tapi kemudian Novi, temanku yang juga mengajar bahasa Inggris di English Club tersebut mengatakan kalau dia pengen mengajar Speaking n Listening, sehingga aku akan mengajarkan kelas Reading n Writing. Kebetulan hari itu materi yang ku siapkan dalam suasana terdesak juga berhubungan dengan writing, sehingga pas aja apa yang ku siapkan dengan apa yang ku ajarkan sehingga hari itu aku bisa melewati proses pengajaranku dengan baik.
Well, sejujurnya, dibandingkan memberikan pengajaran kepada mereka, kelas English Club itu seakan jadi ajang bagi diriku untuk latihan mengajar. Ahaha. Jadi sebenarnya siapa yang butuh siapa, entahlah. Simbiosis mutualisme, mungkin. Aku mencoba menerapkan ilmu mengajar yang ku peroleh di kampus dan menyesuaikan dengan apa yang dibutuhkan murid. Meski begitu, sebenarnya aku sedikit terkejut dengan sikap malu-malu yang dimiliki hampir semua murid di kelas itu. Saat mendengar kata Club, ku pikir kelas ini bakal rame dan muridnya akan aktif. Ternyata tetap aja waktu disuruh maju, gak ada satu pun yang mau kalo gak ditunjuk. Hmm, sejujurnya aku rada kecewa. Tapi kemudian ku pikir-pikir lagi, mungkin aku di masa lalu, aku yang di SMA juga memiliki sikap yang sama seperti mereka. Jadi sudahlah, nikmati saja gaya mengajar yang seperti itu.
Tapi tetap saja, aku berharap aku bisa melakukan sesuatu yang bisa membuang atau setidaknya mengurangi sikap malu-malu dan takut-takut mereka. Mereka harus lebih percaya diri, begitu menurutku. Aku sendiri merasa, aku yang dulunya pendiam, saat berada di lingkungan kampus dimana para teman-temanku pada proaktif semua, mau gak mau aku jadi ikut-ikutan talkative seperti mereka. Hehe. Kalau memang begitu, sepertinya lingkungan benar-benar berpengaruh penting dalam membangun kepribadian murid. Sou kamo shirenai you ne. ^^
Dua kali mengajar, aku mulai merasakan kalau mengajar itu kegiatan yang menyenangkan. Karenanya aku memutuskan untuk lanjut dan tetap mengajar di tempat ini. Well, saat PPL 2 di sekolah nanti, aku tak tahu tipe murid seperti apa yang akan ku temui. Apapun itu, ku harap aku bisa membangkitkan potensi baik yang dimiliki setiap murid dan membuat kelas tempatku mengajar menjadi tempat mengasyikkan.
Satu langkah pertama untuk menjadi seorang guru telah ku ambil. :)
0 Comments