Hari ini hari Minggu. Hari Minggu biasanya ada acara apa yaa? Kalo untuk kasusku, bukan acara kencan tentu saja. Hehe. Hari Minggu kalo di desaku biasanya kalo ada cara besar, ya apa lagi kalo bukan hajatan kawinan. Dan kebetulan yang dapet giliran menikah minggu ini adalah teman Mts ku dulu, Gani.
Hari Jumat kemarin Ikif mengantar undangan ke rumahku. Meski jalan kami tidak bertemu (kebetulan waktu dia ngantar undangan aku lagi ada di Martapura), aku putuskan untuk berangkat ke acara pernikahan itu. Jujur saja, sebenarnya aku tipe orang yang sangat malas untuk acara berangkat-berangkat beginian. Udah berpuluh-puluh temanku mengundang ke acara pernikahan mereka, tapi rasanya tak ada yang ku datangi. Alasan lisannya sih karena ku lagi ada di Banjar. Tapi alasan sejatinya adalah karena aku gak ada alat transportasi dan juga malu ketemu teman-teman. Namun entah mengapa, hari ini aku merasa kepengen untuk berangkat. Karenanya dari awal ku bilang ke Mama kalau aku akan berangkat meski naik sepeda sekalipun. Tapi kemudian abahku malah menawarkan diri untuk pergi mengantarkan dengan motor. Tentu saja dengan senang hati ku terima tawaran tersebut. ^^
Di tempat hajatan, sebagaimana yang ku duga, aku bertemu dengan teman-teman lamaku. Aih, senangnya. Aku ketemu Nisa dan Ikif. Rasanya sikap kanak-kanak kami yang dulu kembali muncul. Padahal jujur saja, mereka bertiga sudah pada menikah. Salah satunya bahkan menikahi teman Mts ku juga, Mawaddin, dan sudah punya anak cowok. Ah, jadi iri sama mereka ^o^
Setelah berkangen-kangen sebentar, aku pergi makan dan ketemu ama Gani, si tokoh utama hari ini. Tampang dia tidak berubah, malah terlihat semakin anggun saja. Saat dia sadar bahwa aku datang, suaranya yang khas akhirnya bisa ku dengar lagi. Dia terlihat bahagia. Nisa kemudian mengajakku untuk berfoto bersama dengan pengantin. Uwah, senangnya. Rasanya jarang-jarang ane foto bareng pengantin selain saat pernikahan kakakku dulu. Nyoho.
Tak berlama-lama aku kemudian memutuskan untuk pamitan. Masih ada satu hajatan lagi yang mesti ku hadiri (jadwal padat. Nyaha). Yang satu ini bukan temanku, tapi adik kelasku yang sebenarnya juga tidak begitu ku kenal. Meski begitu, dia masih terhitung keluargaku sehingga aku memutuskan untuk datang menengok. Setelah makan dan melihat sang pengantin, abahku akhirnya mengantarkanku pulang kembali ke rumah. Dengan selamat tentunya. :D
Hm, kalau dipikir-pikir, teman-teman Tsanawiyah dan Aliyah ku cukup banyak sudah yang menikah. Aku jadi sadar kalau kami bukanlah anak kecil lagi. Kami bukan lagi murid sekolah yang sibuk memikirkan PR atau berlari-lari di dalam kelas. Masa itu sudah lama berlalu lewat. Meski begitu, aku merasa sedikit tertinggal di belakang. Teman-temanku terus bertambah dewasa. Mereka disibukkan dengan dunia kuliah dan kerja. Sedang aku? Meski juga kuliah, rasanya aku kebanyakan santainya ketimbang serius memikirkan masa depan.
Untuk urusan berinteraksi dengan lawan jenis, aku bukanlah ahlinya. Aku tipe orang yang suka menghindar dan tak mau terlibat lebih jauh bila ada tanda-tanda kegiatan mengarah ke situ. Bukan berarti aku tidak ingin dicinta dan mencinta. Namun aku orang yang berpikir terlampau panjang. Bila ku pikir dia tak bisa menjadi calon ayah yang baik, maka ku putuskan untuk segera mundur sebelum terlibat lebih jauh. Haha, lebay, ya?
Tetap saja, aku seorang wanita. Aku iri melihat teman-temanku yang sudah menikah. Aku juga pengen menikah biar bisa ngebuka time capsule yang sudah ku kuburkan dulu. Hag hag. Tapi aku sadar diri. Kakak kedua ku saja belum menikah, bagaimana mungkin aku berani melangkahi beliau? Haha, sebenarnya itu cuma alasan doang. Alasan sebenarnya adalah karena aku memang belum punya calonnya. Selama ini aku sudah bermain terlalu dalam di dunia idol dan dua dimensi. Hag hag hag. Udah tobatan dikit sih, tapi tetap saja, ku rasa selama aku belum bisa move one dari mereka-mereka itu, maka aku dikatakan masih belum siap untuk menikah.
Hm, kalau masalah tipe orang yang ku suka, dari dulu kriterianya tidak berubah. Aku ingin dia lebih baik dari ku, setidaknya dia memiliki satu kelebihan dibanding diriku. Akan lebih baik lagi bila ia adalah seorang santri Darussalam, dan ku berharap sangat dia bukanlah seorang penggemar jejepangan seperti diriku ini. Haha. Rasanya aneh aja gitu kalo dua-duanya penggemar jepang, gimana nasib anak saya kelak? Jepang itu racun, dan ku harap suatu hari nanti akan ada yang mengobatiku dari racun memabukkan ini (untung racunnya tak mematikan XD). Tentu aku tak bisa menghapus segala tentang Jepang dari pikiranku, setidaknya sebagian besar lah >o<
Baiklah kalau begitu. Sepertinya sudah tiba saatnya bagiku untuk serius memikirkan masalah ini. Sebentar lagi aku lulus kuliah, dan sebagai seorang perempuan, aku sadar bahwa akan ada saat dimana aku harus menjadi seorang ibu dan penunggu rumah. Aku harus mempersiapkan diri dengan baik mulai sekarang. Setidaknya, mari kita belajar memasak yang baik dan benar dulu. Oke? ^o^
0 Comments