JSON Variables

Header Ads

Sore wa Yappari Koi Nan Desu ^^

... ada lagi satu orang, orang yang ku kenal dari kelas Bahasa. Kalau tidak salah dia juga berasal dari jurusan lama yang dulu ku tempati. Dia orang yang manis dan sopan, walo kami tak pernah bicara secara langsung. Wahaha. Yang ku suka adalah dia selalu tersenyum saat berpapasan denganku. Bahkan saat ku pura-pura tidak melihatnya saat ku tengah ngenet di ruang terbuka, dari pantulan layar laptopku ku bisa mengetahui bahwa dia tengah memperhatikanku. Aduh GR-nya. Wahaha. Dan lucunya, walo hari itu aku mencoba 'menghindarinya', kami malah kembali berpapasan saat ku akan pulang. Kala itu dia tengah jalan berdua dengan temannya. Aku tersenyum, dia pun tersenyum balik. Saat ku berjalan menjauh, perlahan ku dengar temannya bertanya, "Dia temanmu?" "Iya," jawabnya. Uwah, GR kuadrat dah! Kami ketemu sebulan sekali pun tidak, tapi setiap kami bertemu dan saling melempar senyum rasanya bahagia sekali. Well, sebenarnya kalo kejadiannya cuma begini terus gak bakal ada kemajuan tuh hubungan. Nyahaha. Tapi itu pun sudah cukup baik, toh aku bukan tipe cewek agresif dan bila ku bersikap seperti itu rasanya akan merusak imageku saja. Hoho.. Dan kalian tau apa yang lucu? Sampai sekarang, aku tidak tahu siapa nama cowok itu. Nooooooo!!! Meskipun kami sempat menjadi teman sekelas selama 1 tahun (bayangkan!) tapi aku tak tahu namanya! mau bagaimana lagi, kami cuma ketemu tiga kali dalam seminggu, dua jam/harinya. Sistem pembelajaran pun cuma duduk tenang di kelas mendengarkan guru menjelaskan sehingga tidak ada interaksi sama sekali. Hiks, kadang menyesal juga membayangkan kebodohanku. Gak mungkin banget kan kalo saat berpapasan nanti aku malah menanyakan namanya secara langsung? Aaaah! tapi baiklah, nanti kita coba kalo aku punya keberanian lebih. Wahaha....

*****

... kemudian aku melangkah pulang, dan saat hampir sampai di kosan, sebuah keajaiban pun terjadi.

Dari kejauhan ku lihat sosok yang tidak asing lagi bagiku. Ku memicingkan mata, eh, itu kan si anu??! Ngapain dia disini? Inget gak si anu siapa? Itu tuh orang yang sering berpapasan denganku dan kami biasanya saling melempar senyum, ternyata kami bertemu lagi hari ini. Wah, skenario macam apa ini?

Tak diduga ternyata dia malah ngajak bicara duluan, dia tanya, jalan Garlic itu dimana. Aku yang agak tulalit menjawab dengan gelagapan kalo aku gak begitu yakin, tapi ku jawab saja arah yang ku tahu. Wah, serius waktu dia ngajak bicara aku bahagia setengah mati. Kami, yang selama bertahun-tahun cuma saling melempar senyum tanpa sepatah kata, kini akhirnya bicara!

Kesempatan ini tak ku sia-siakan begitu saja. Aku tanya apa aku pernah sekelas dengannya (aku tahu kami pernah sekelas tapi lupa kelas yang mana, haha). Lalu dia jawab kalo kami memang pernah sekelas di kelas Bahasa Arab A. Oh, itu kan kejadian di semester satu, tiga tahun yang lalu. Ehehe. Ku tanya lagi dia ada di jurusan apa, ternyata dia anak PAI. Aku lagi-lagi ber-o panjang. Dan akhirnya aku sampai pada pertanyaan paling penting, "What is again your name?" Dia menjawab, "Namaku Kibou."

Aku tertegun. Nama itu sudah tidak asing lagi di telingaku. Ternyata si Kibou itu dia. Aaah, parahnya diriku yang gak ingat. Dan tau gak yang bikin aku makin meleleh? Dia balik bertanya siapa namaku karena dia juga gak ingat, ku jawab aja, namaku Yuri.:)

Aku ingin berlama-lama mengobrol dengannya, tapi ku tahu dia sibuk untuk mengurus laporan dan menemui temannya di jalan Garlic, akhirnya ku putuskan untuk berpamitan sambil menyebut namanya sekali lagi, Kibou.

Oh my god, seriously today is the best day ever! Orang yang tak pernah ku rindukan itu, tapi orang yang buat ku bahagia kala bertemu, hari ini akhirnya aku tahu siapa namanya. Orang yang selama ini tak pernah ku dengar suaranya, akhirnya kami bisa saling bertukar sapa. Dan itu tuh, senyumnya gak pernah lepas dari wajahnya, bikin aku pengen nangis bahagia melihatnya. Uwah, susah banget dah ngungkapinnya. I am happy and it makes me cry.

Seriously, I am crying right now. This kind of happiness does not occur often in my life. Aku orang yang tak mudah jatuh cinta, kalau pun ada cuma perasaan kagum sesaat. Tapi untuk dirinya, kami saling bertukar senyum selama tiga tahun, dan setiap momen yang sesaat itu terasa begitu sangat berarti. Aku jarang memikirkannya di kala sendiri, dan sangat sering pula melupakannya. Tapi ketika bertemu, kenangan dan rasa bahagia itu kembali muncul. How should I put it, aku rasa ini tak bisa di bilang cinta juga. Frekuensi perjumpaan kami yang singkat membuat kami cuma bisa bertemu kira-kira tiga bulan sekali, itu pun (sekali lagi) cuma untuk bertukar pandang dan pertemuan itu biasanya cuma kebetulan. Ah, di tahun akhir sebelum dia KKN, akhirnya kami bisa saling bicara. Aku bahagia, aku bahagia, kono kimochi wa shiawase desu. So happy, makes me cry…

Kalau ditanya apa keisitimewaannya, jujur aku tak tahu. Aku tak tahu apa-apa tentang dia. Bagaimana dia di kelas, apa dia sudah punya pacar, aku tak tahu sama sekali. ku rasa itu bukan masalah sekarang bagiku. Sudah cukup dia bisa menyadari keberadaanku, aku sudah bahagia. Sudah cukup ia tersenyum ramah saat berpapasan denganku, dadaku langsung terasa hangat. Sosoknya yang lembut itu mengingatkanku pada sebuah lagu, yang dari tadi terus terngiang di telingaku, Kimi no na wa Kibou. Ya, namanya adalah harapan, yang memberiku semangat untuk menjalani masa depan.

Orang-orang menyebutku sebagai “Gadis transparan”
Namun kau satu-satunya yang menyadari keberadaanku
Terima kasih :)

*****

Itu adalah sebuah tulisan yang pernah ku tulis di blogku terdahulu, pada bulan September dan Desember tahun lalu. Cerita tentang cowok bernama Kibou yang ku ‘pikir’ ku menyukainya. Meski begitu, seperti yang sudah ku tulis di atas, ada kala ketika ku melupakannya dan tak menganggap kehadirannya ada. Namun hari ini, saat aku memutuskan untuk membuka lembaran lama tentang dirinya, berarti ada sesuatu yang terjadi hari ini, kan? Benar, pagi ini, aku kembali berjumpa dengannya.

Pagi tadi kan temanku mengadakan seminar, dan tak disangka tak dinyana aku melihat kehadiran sosoknya. Oh my god! Seriously, tiba-tiba rasa suka yang setengah tahun ini adem ayem dalam ‘sleep mode’ tiba-tiba langsung tumbuh menjulang tinggi. Ahaha.

Melihat kehadirannya benar-benar membuatku tak konsen, aku ingin menyapanya, tapi ku rasa aku tak punya alasan untuk melakukan itu. Akhirnya hal yang ku lakukan malah pergi menjauh, menyendiri agak di pojokan. Aku tahu itu benar-benar hal paling bodoh yang ku lakukan. Argh. Kenapa aku malah menghindarinya? Aku cuma bisa mengutuk diriku sendiri di dalam hati. Saat duduk di pojokan, sekarang sosok keberadaannya malah terlindung sebuah pilar di depan tangga. Entah mengapa aku merasa sedikit lega. Karena jujur saja, saat ia dihadapanku, aku tak berani menatap wajahnya langsung, tapi berhubung sekarang ia ada di balik pilar, aku bisa dengan bebas menatap pilar itu seakan-akan ku tengah menatap punggungnya. Wkwk

Gelisah gak karuan, ku putuskan untuk pergi ke bawah beli minuman. Sekembalinya dari koperasi, aku di hadapkan pada dua pilihan sulit: menaiki tangga tempat Kibou berdiri sekarang, atau menaiki tangga sunyi yang ada di sebelah kirinya. Seperti yang sudah di tebak, aku mengambil tangga sebelah kiri dengan sikap sok santai. Aduuh, lagi-lagi aku hanya bisa mengutuk kebodohanku di dalam hati. Nyahaha.

Saat aku berdiri di pinggir pagar menunggu para mahasiswa dari kelas yang akan kami masuki sepenuhnya keluar, dia berdiri tepat di depanku, bersandar pada tembok kelas. Aku bisa melihat kehadirannya dengan jelas dari sudut mataku, tapi aku tetap saja tak berani mengangkat muka untuk menatap wajahnya langsung. Geh! Meski begitu, hanya dengan menyadari bahwa ia ada di dekatku saja sudah membuatku gugupnya gak ketulungan. Aku rasanya bahkan gak konsen lagi tentang apa yang tengah ku obrolkan dengan temanku. Argh, aku ingin tetap seperti ini, tapi juga aku ingin segera kabur dari tempat ini! ^o^

Nah, puncaknya adalah saat kami pindah kelas, tiba-tiba saja sebuah keberanian muncul dari dalam diriku, agar aku bisa mengangkat kepala dan melihat wajahnya secara langsung. Saat mata kami saling bertemu, seperti yang sudah ku duga –haha- ia tersenyum ke arahku. Aku gak ingat aku juga balas tersenyum atau tidak, yang jelas sekarang fokus perhatianku cuma terarah pada dirinya, bukan diriku. Gkgkgk. Saat itulah, ia mulai memberanikan diri untuk bicara padaku.

“Ternyata kau jurusan Bahasa Inggris,” katanya ramah. “Iya,” jawabku gugup. Aku ingin bertanya balik apakah dia anak jurusan PAI, berhubung aku rada lupa-lupa ingat, tapi ku rasa itu adalah pertanyaan yang bodoh sehingga aku urung menanyakannya. Yang ada adalah, saat aku melihat Ole, aku langsung menunjuk ke arah Ole dengan mengatakan kalo kami bertiga satu kelas PPB Bahasa Arab. Ole nya sendiri tampak bingung sementara Kibou cuma manggut-manggut.

Dalam hati ane mikir, “Nani attendayo, Uswatun?! Kenapa kamu mesti membicarakan hal omong kosong seperti itu??!”

Dan sialnya, hanya disitulah batas ‘conversation’ kami –sedih guling-guling-. Sebenarnya dia memberi sedikit sinyal dengan memperlambat langkah kakinya (mungkin), tapi aku yang takut salah paham akan arti sinyal itu malah mempercepat langkah dan menjajari Ole yang ada di depan kami. Kibou sendiri tampaknya berjalan di belakangku, berbarengan dengan teman-teman sekelasnya lainnya. Tapi dengan menyadari bahwa ia tengah berada di belakangku saja sudah membuatku gugup. Aku rasanya ingin menoleh ke belakang demi memastikan keberadaannya, tapi tentu saja, aku yang pengecut ini cuma bisa melangkah maju sambil membicarakan hal-hal tak penting dengan Ole. Argh, mangaciwakan.

Saat kami masuk ke Micro Teaching, Kibou sendiri tidak ikut masuk karena bangkunya gak cukup. Disatu sisi aku kecewa, tapi di satu sisi aku juga lega karena dengan begini aku bisa konsentrasi mendengarkan presentasi teman-teman. Tapi kemudian saat ku menoleh ke arah teman yang duduk di dekat pintu, aku menyadari hal yang memalukan. Dari balik pintu yang terbuka setengahnya, aku bisa melihat bahwa Kibou tengah duduk di Payung Tarbiyah yang ada di depan Micro Teaching dengan duduk menghadap tepat ke arahku! Ah, saat aku menyadari hal itu, aku bisa merasakan bahwa mata kami sempat bertemu sepersekian detik namun aku segera membuang muka. Awawaw! Apa maksudnya itu? Cuma kebetulan kah? Cuma aku yang ke ge-eran kah? Ya Allah, yang jelas gara-gara itu niatanku untuk mendengarkan presentasi teman dengan sungguh-sungguh akhirnya runtuh sudah.

Selesai presentasi, ia masih duduk di payung tarbiyah bersama teman-temannya. Dan seperti yang sudah di duga, aku cuma berjalan melongsor meninggalkan tempat itu tanpa sempat say goodbye dengannya. Allahu akbar, kono kimochi wa ai desu ka? Oshiete ne...

Ya, aku tahu dengan jelas bahwa aku memang menyukainya. Karena bila memang aku tidak suka, maka aku tak akan merasa canggung untuk menyapa. Logikanya kan gitu. Saat aku bertemu dengan Samad, misalnya, meski jarang ketemu, tapi tetep bisa say hello dengan santainya. Tapi saat ketemu Kibou, ku pikir cuma saat aku melihatnya secara tak sengaja saja aku berani memandang wajahnya langsung. Ah, aku bahagia, tapi di satu sisi juga merutuk kebodohan diriku.

Bicara masalah suka, ku rasa sudah cukup lama aku tidak merasakan perasaan semacam ini semenjak lulus SMA. Cowok keren di sekitarku banyak, cowok yang membuat jantungku berdebar kencang juga banyak, tapi cowok yang bisa membuatku salah tingkah seperti itu cuma dia seorang. Cowok yang membuat mata tajamku menjadi menyipit cuma dia saja. Ya, cowok yang ku suka, dengan perasaan suka yang terkubur rapat saat tak disapa, namun berkembang indah saat ku berdiri dihadapannya, cuma dia seorang. Nee, oshiete, sore wa koi deshou ne?

Maghrib tadi, saat mengaji, entah perasaan apa yang menguasaiku, saat selesai membaca sebuah ayat, tiba-tiba aku terpekik, “Ya Allah, yappari suki desu ano hito.” Kemudian saat tersadar bahwa sambungan ayat yang ku baca selanjutnya adalah ayat kursi, tanpa sadar aku menangis. Benar, dalam tangisan aku membaca ayat itu.

Ya Tuhan, perasaan ini benar-benar membuatku kacau. Aku ingin kejelasan, aku tak ingin harapan kosong. Benar, aku adalah seorang pengecut karena aku takut terluka. Meski Futoshi dengan tegas mengatakan, “Walaupun menakutkan, aku lega bisa mengatakan suka pada orang yang ku suka,” tetap saja ku rasa ku tak bisa melakukannya. Ah, aku tidaklah sehebat tokah protagonis dalam lagu-lagu cinta. Egoku yang tinggi membuatku tak berani bertindak duluan, aku cuma bisa menunggu dalam batas waktu tertentu. Dan bila tak ada perkembangan, aku menyerah. Ya, aku menyerah sebelum berjuang, itulah kepribadianku sebenarnya, bahkan dalam urusan cinta sekalipun. Pathetic, huh?

Namun jujur, aku merasa kalau dia memang satu yang di tujukan padaku. Karenanya aku cuma bisa berdoa, bila memang ia jodohku, moga ditunjukkan jalan.

Sou, unmei nara bokutachi wa meguri aeru you ne, Kibou-san. :)

Post a Comment

0 Comments