Hari senin kemarin adalah hari yang panjang bagiku. Well, sebagaimana yang telah ku bilang, hari-hariku biasanya ku lewati dengan tidur dan ngenet macan hikikumori. Tapi kemarin, kakakku Anisa datang ke banjar untuk mengurus pendaftaran kuliah. Awalnya kakak mau datang Sabtu kemarin. Berhubung kantor akademiknya gak buka, maka akhirnya kakak memutuskan untuk datang hari Senin.
Di pesan yang beliau tinggalkan, Anisa bilang kalo beliau akan berangkat sekitar jam setengah sepuluh. Aku yang seperti biasa tidur setelah shubuh akhirnya bangun jam sembilan, mandi dan bersiap-siap menyambut kedatangan kakakku. Nyatanya saat sudah jam sebelas, batang hidung kakakku belum kelihatan juga. Akhirnya ku kirim sms, dan beliau mengatakan bahwa beliau baru mau berangkat karena ada banyak kegiatan di pondok. Hmph, baiklah kalau begitu, pikirku. Jam dua belas lewat kakakku akhirnya datang. Setelah beliau sempat pusing mencari jalan menuju kostku, aku sendiri akhirnya memutuskan untuk menjemput beliau.
Ini bukan kali pertama beliau datang ke kosanku. Dan berhubung ini kosku, beliau santai aja melakukan apa yang beliau inginkan dikamarku. Ehe. Ku putuskan untuk membelikan beliau makan siang di warung ibu kost, meski hari itu aku sendiri tengah puasa. Setelah mengantri cukup lama, akhirnya pesanan ku jadi juga dan aku membawanya ke dalam kamarku.
Kami banyak ngobrol bareng saat Anisa tengah makan. Yang membuatku kaget adalah Anisa tiba-tiba menceritakan tentang Zaki padaku. Haha, ohisashiburi desu, Zaki-san! Anisa bilang kalo sekitar seminggu yang lalu, ada nomor asing yang menelpon beliau. Eh, ternyata itu Zaki. Agak kaget juga sih beliau kenapa temanku ampe bisa menelpon beliau seperti itu. Zaki kemudian bertanya tentang pondok dan tetek bengeknya, detailnya aku gak begitu jelas. Sepertinya semua itu dilakukan dalam rangka menyelesaikan proyek skripsi Zaki yang berhubungan dengan bangunan karena dia memang ngambil jurusan arsitektur. Kakakku sih nurut aja dan menjawab pertanyaan Zaki sebisa beliau.
Ternyata hubungan mereka berdua tidak berakhir sampai disitu. Setelah telepon tak terduga itu, Zaki malah asyik smsan dengan kakakku. Wahaha. Di salah satu pesannya, Zaki mengatakan kalau waktu mendengar suara Anisa di telepon, ia agak kaget karena suara Anisa mirip dengan suaraku. Terus kakakku bales, ya wajar aja suara kami mirip karena kami kan kakak beradik. Tiba-tiba Zaki memberikan balasan dengan reaksi tak percaya, dan ia baru tahu kalo kami berdua kakak beradik. Mendengar itu aku jadi ngakak berat. Kalo dia baru tahu sekarang, jadi selama ini dia anggap hubungan kami berdua apa? Wahaha. Zaki bilang lagi, pantes nama kami berdua di facebook ada Ast-nya ternyata sodara kandong toh. Aduduh, Zaki, baru sadar sekarang yak? Serius ane baru tahu kalo ente baru tau sekarang hubungan kami.
Nah, mendengar kalo aku dan Anisa beneran kakak beradik, Zaki memberanikan diri menanyakan sesuatu yang lebih intim, yang membuatku tambah ngakak mendengarnya. Zaki bertanya, apa aku pernah cerita pada Anisa tentang ‘sesuatu’ di kala SMA. Kakakku yang pura-pura tidak mengerti bertanya balik, tentang apa. Setelah cukup lama, akhirnya Zaki membalas, apakah aku pernah bercerita tentang teman-teman SMA-nya. (Wahaha, ngeles tuh cowok). Kemudian kakakku balas dengan jujur kalo aku tipe orang yang jarang bercerita perihal masalah sekolah. Well, itu benar. Aku memang jarang cerita tentang kehidupan sekolahku pada keluarga. Punsaat kuliah sekarang. Hoho, sayang sekali Zaki-san, anda kurang beruntung! >_<
Zaki kabarnya masih mengsms kakakku dengan hal-hal tak karuan tapi tak begitu banyak beliau tanggapi. Nah, saat beliau bercerita dengan semangatnya seperti itu, aku tiba-tiba menyadari suatu hal penting, nee-chan no ooki na koe. Benar, melihat beliau berasa melihat diriku waktu pertama kali datang ke kost ini, yang selalu bicara dengan nyaringnya seakan tempat ini cuma milikku seorang. Well, mau bagaimana lagi. Aku dan kakakku lahir di dalam keluarga yang punya rumah tepat di pinggir jalan. Suara nyaring mobil yang menderu di jalanan membuat kami sekeluarga mau tidak mau memiliki suara nyaring juga agar bisa menyaingi suara mobil di jalanan. Itu bukan hal yang salah sebenarnya. Tapi saat kami berada di tempat sepi seperti ini, kami benar-benar harus beradaptasi kembali agar gaya bicara kami tidak mengganggu orang lain. Aku sendiri, saat sebelumnya sempat berselisih paham dengan Erma, akhirnya menyadari kesalahanku dan berusaha mengontrol volume suaraku saat bicara dan tertawa. Bukan hal yang mudah pada awalnya tentu saja, ada saat ketika ku keceplosan dan ketawa ngakak misalnya, tapi sekarang aku sudah mulai bisa mengendalikan suaraku saat bicara sehingga Erma atau Ibu Kost tidak menyidirku lagi. Well, untuk kasus Anisa, berhubung beliau di masa depan akan tinggal di tempat ini, sepertinya aku juga harus memberitahu beliau ‘secara langsung’ tentang ‘the unspoken rule’ di kost ini. Haha, nantilah.
Oke, lanjut cerita perjalanan hari itu. Siangnya, kami berdua pergi ke kantor pascasarjana untuk mendaftar kuliah. Anisa sok deg-degan segala saat mendaftar, namun akhirnya proses pendaftaran bisa berjalan dengan lancar. Sepertinya beliau rada gemes padaku gara-gara Sabtu kemaren ku keceplosan ngomong ama petugas di sana kalo kakakku lulusan jurusan kedoketeran. Haha, gomen ne. Itu masa lalu yang harus beliau terima, tak peduli seberapa keras beliau menghindarinya. Kemudian juga, yang bikin malu, aku ketemu dosenku Pak Muhaimin. Beliau ingat denganku, sialnya aku malah lupa dan bilang kalo beliau mengajar Ush Fiqh, padahal beliau mengajar PPB bahasa Arab B dulu di kelasku. Aduh, ingatanku yang payah, kenapa ama dosen mesti lupa juga? >o<
Dalam proses pendaftaran kemarin, ku rasa ada satu bagian yang sedikit tidak mengenakkan, yaitu saat Anisa bayar pendaftaran. Ku rasa ibu penjaga loket memiliki gaya bicara yang cukup ketus dan dingin, aku tidak menyukai itu. Saat melihat Anisa di loket beliau tetap asyiknya melanjutkan makan gorengan tanpa bertugas lebih sigap. Ah, benar-benar sikap yang kurang sopan menurutku. Aku tak tahu apakah Anisa merasakan hal yang sama atau tidak, yang jelas aku rasanya jadi tidak mood gara-gara ketemu beliau. Aduh, maaf Bu. Kalo bisa jangan ketus-ketus gitu ama orang dan jalankan tugas anda dengan baik bila gak mau dapat status makan gaji buta. ;-|
Selesai mendaftar, aku mengembalikan buku di perpustakaan sebentar, lalu kembali ke kost. Aku mampir ke warung Ibu Kost sejenak untuk membayar makanan yang ku beli tadi siang. Sekalian saja ku perkenalkan kalo orang yang bersamaku sekarang adalah kakakku. Ibu Kost tampak tak percaya sambil memperhatikan perbedaan besar di wajah kami. Beliau kemudian bilang, “Saudara beda ayah beda ibu, ya?” Gubrak! Aku bilang aja kalo kami memang benar-benar bersaudara dan di darah kami mengalir DNA yang sama. Haha. Sebenarnya ini bukan kali pertama ada yang tidak percaya kalo kami berdua saudara kandung. Wajah Anisa bisa dibilang merupakan yang paling berbeda di rumah. Aku sendiri mirip dengan kakak pertamaku Aidah, bahkan banyak yang tidak bisa membedakan. Sedang Anisa beda sendiri, baik wajah maupun sifatnya. Hoho. Tapi Anisa sepertinya sudah maklum bila ada yang tidak percaya kalo beliau memang asli anak ayah dan ibuku. Yang penting kami sekeluarga tahu kalo kami memang sodara kandung, maka itu sudah cukup. ^o^
Sebentar lagi Ashar, dan kami harus segera kembali ke pondok karena ku harus mengajar. Helda memintaku untuk berangkat sepuluh menit setelah azan, aku sih setuju aja karena aku sudah siap action untuk shalat saat azan berbunyi di masjid terdekat. Nyaha. Kakak kemudian mengantarku ke asrama 1 tempat Helda tinggal. Helda tampak kaget saat melihat kehadiran Anisa di tempat itu, lalu kakakku bilang kalo beliau ada urusan di banjar. Saat berangkat, aku memutuskan untuk ikut dengan Helda saja karena tempat duduknya lebih PW ketimbang kendaraan kakakku. Haha
Kami sampai jam lima kurang seperempat, mengajar saat jam lima, dan pulang jam enam lewat, sampai di kost sekitar jam setengah sembilan. Kebetulan malam ini malam selasa, ada Pasar Tungging alias pasar jongkok di depan kostku. Kesempatan nih buat beli makanan pemuas nafsu. Seperti biasa aku beli es, pentol goreng, mie, dan beberapa bahan sembako lainnya. Dijamin puas dah pesta makan malam ini.
Saat ku tengah makan es, ku cek ponselku, ternyata ada telpon dari mama. Ku telepon Mama untuk menanyakan ada apa menelponku, beliau bilang cuma mau tanya apakah Anisa udah di pondok ato nginap di kostku. Baru bicara sebentar, ibu memutuskan untuk menutup telepon dan menelpon balik ke padaku, soalnya ongkos telepon nya lebih murah kalo mamaku yang nelpon aku. Ehehe. Nah, saat itulah aku tanya apakah Anisa ada menceritakan tentang diriku pada mama. Mama jawab gak ada. Ku bilang okelah kalo begitu. Tapi tentu saja mamaku jadi penasaran gara-gara ku bilang begitu. Tiba-tiba mamaku nembak, apa ada orang yang suka sama aku. Wahaha, asli aku kaget bagaimana Mama bisa sampai ke kesimpulan semacam itu. Ku bilang saja bukan tentang itu, tapi tentang aku yang sekarang mengajar di Darul Hijrah, walo cuma seminggu sekali. Mama ketawa bahagia, dan bilang syukur aja aku bisa mengajar. Tapi waktu ku bilang kalo aku baru aja pulang dari DH, Mama terdengar kaget karena jarang-jarang neh anak perempuan beliau yang satu ini jalan-jalan di malam hari. Ehehe. Ku bilang tenang saja, orang yang memboncengku cewek, kok, dan ia orang IAIN juga. Mama cuma bisa berharap agar aku bisa selamat dan mengingatkanku untuk senantiasa berdoa dalam perjalanan. Aku mengiyakan, dan telepon kami pun berakhir lima menit kurang satu detik.
Well, mungkin itu saja ringkasan perjalananku hari kemarin. Untuk hari ini, kegiatanku standar saja. Aku tidur pagi, temenku Ole datang ke kost untuk mengambil berkas kepunyaanya, aku pergi ke PSB untuk ngenet sejam dan ketemu Fajar, Mamau dan Mpuz, apa lagi? Ah, dan sekarang aku tengah menulis, tentu saja. Haha
Semoga esok aku memiliki cerita yang lebih mengasyikkan untuk ditulis. ^_^
0 Comments