Pagi-pagi buta aku sudah dapat kabar mengejutkan dari Bapak Kost ku. Beliau tanya, tau kan kabar terbaru. Aku jawab dengan polosnya kalo ku nggak tahu. Beliau kemudian mengatakan bahwa Zah meninggal. Aku tersentak, lalu tertawa tak percaya. Pak Kost kami memang suka bercanda, jadi aku mencoba untuk tak begitu menganggap serius setiap perkataan beliau. Tapi kemudian beliau bilang itu berita sungguhan. Ibu Kost yang ada di dapur juga membenarkan berita tersebut. Seketika kakiku terasa hilang tenaganya. Zah adalah orang yang dulu sempat satu kost denganku di rumah yang kini ku tempati. Dia baru keluar sekitar dua bulan yang lalu, dan kami masih sering bertemu bila ada di kampus. Ku mencoba memastikan lagi kalo kabar itu bukan kabar bohong, dan Pak Kost memastikannya dengan sungguh-sungguh bahwa beliau sedang tidak bercanda.
Katanya Zah mengalami kecelakaan di desanya sendiri, dan mengalami pendarahan di bagian otaknya. Sempat dirujuk ke rumah sakit selama tiga hari, tapi karena memang umurnya sudah sampai, maka usaha manusia tak begitu membantu. Rasanya aku sendiri masih syok mendengar berita itu. Sampai sekarang gambaran wajahnya masih terbayang dan suara tawanya masih terngiang di benakku. Rasanya baru kemarin kami berada di dapur untuk memasak bersama, dan sekarang orang itu sudah dipanggil Tuhan? Umur memang tidak ada baunya, ya.
Pak Kost kami juga bilang kalo sebelum meninggal, Zah memang sudah ada tanda-tanda ‘membuang perangai’ alias firasat sebelum meninggal. Dia bilang dia sudah capek, gak mau ngajar, gak perlu ke banjar lagi, mau istirahat aja di rumah. Siapa sangka semua kalimat itu ada makna tersiratnya. Uwah, hidup ini memang penuh misteri. Kita tak akan pernah tahu kapan ajal akan menjemput. Hal ini kembali membuatku untuk introspeksi diri, sudah banyakkah bekal yang ku siapkan untuk hari esok kelak? Bagaimana kualitas ibadahku? Apakah sudah benar semua? Benar-benar, aku sendiri tak sanggup menjawabnya. Kalau untuk Zah sendiri, kata Bapak, saat ia terbaring tak sadarkan diri di rumah sakit, wajahnya begitu cerah tanpa beban. Aku percaya itu. Selama ini, saat kami satu kost, selepas maghrib aku sering mendengar dia mengaji sehingga kami berdua besahut-sahutan bersebelahan. Saat Shubuh juga, ketika banyak teman-teman kost yang masih terlelap, aku sering berselisihan dengannya di dapur untuk berwudhu bersama. Ah, ku harap dia akan mendapatkan tempat yang layak disisi-Nya. Dan di tempat itu kelak, moga kami bisa bertemu kembali. Amin.
Oke, itu tadi untuk berita renungan hari ini. Kalau untuk kejadian menyenangkannya, hari ini temanku, Lida mengadakan seminar proposal. Harusnya aku menjadi penanggap, eh akunya malah datang terlambat. Ehe. Senangnya bisa ketemu teman yang ku kira tak akan bisa ku temui selama dua bulan ke depan. Aku juga ketemu dengan Empuz, yang kebetulan juga ngambil cuti karena mau mengikuti kegiatan Tae Kwon Do. Bicara masalah tae Kwon Do, hari Minggu kemaren aku juga ketemu Abang yang sedang melatih bela diri tersebut. Ah, bahagianya bisa ketemu teman-teman lama. Meski cuma sekilas, setidaknya itu bisa mengobati rasa rinduku yang terus membuncah ini.
Btw, sadar gak kalo minggu kemaren ane kagak ada nulis lagu? Ahaha. Sejujurnya sudah ada lagu yang ku tulis, tapi karena satu dan lain hal, lagu itu malah tak selesai. Sekarang aku melanjutkan lagu yang ku tulis tersebut, sehingga rencananya dalam minggu ini aku akan mempublish dua lagu sekaligus. Doakan saja moga-moga niatku bisa kesampaikan. Semangat!
0 Comments