Hari Senin, itu artinya aku kembali mengajar di kelas yang di cap paling ribut seangkatannya: VIII B. Seperti biasa, sebelum masuk kelas aku tegang, agak ogah-ogahan. Meski begitu, berhubung aku sudah menyiapkan bahan, aku lebih percaya diri saat melangkah masuk.
Pelajaran yang ku ajarkan kali ini cukup simple, bentuk negative dan interogative dari Past Tense. Menjelaskan tidak sampai sepuluh menit, para murid sudah mengangguk mengerti (walo pas di kasih tugas masih bingung juga). Tanpa berlama-lama, akhirnya ku ajak murid untuk bermain game terkait kosa kata kata kerja, V1 dan V2.
Ku bagi kelas menjadi empat kelompok berdasarkan barisan, ku tempelkan sejumlah V2 di papan tulis. Tugas para murid adalah memilih V2 di antara kartu yang ada dikala ku menyebutkan V1-nya. Seperti yang sudah ku duga, suasana kelas kacau, yang maju orangnya itu-itu aja, dan kartunya pada kumal diucel-ucel murid. Haha. Seorang cowok yang selama ini tampak tidak begitu memperhatikan pelajaran, malah jadi yang paling semangat dalam permainan ini. Ia menutupi semua kartu dengan tangannya, membuat murid cewek pada protes. Ehe. Alhasil, walo mereka ngambil kartunya masih dengan paham tebak-tebak manggis, games itu bisa berakhir dengan aman.
Selesai game, kami mengadakan latihan yang jawabannya sebenarnya sudah mereka ‘sentuh’ di game tersebut. Tapi tetap saja, saat diadakan latihan, mereka tereak satu-persatu memanggil namaku, meminta ku menjelaskan pertanyaannya diapain, jawaban mereka bener atau salah, dan yang lebih sering tentu saja mereka bertanya, jawabannya apa. Seperti biasa pula, yang punya hasrat besar untuk belajar dan menjawab cuma para murid yang ada di depan. Murid di belakang telah sibuk dengan dunia mereka sendiri.
Ah, sungguh susah rasanya menyuruh anak-anak jagoan itu untuk belajar. Para cowok duduk di belakang berkelompok, sambil memainkan ponsel mereka. Meski begitu, aku merasa sedikit bersyukur karena setidaknya mereka tidak ribut. Beda seperti dulu, yang mereka malah main bola saat ku asyik menjelaskan. Hm, apakah itu tanda perubahan yang positif? :D
Entahlah, tapi yang jelas, akhir-akhir ini tidak ku dapati lagi raut wajah sinis saat ku mengajak mereka untuk belajar. Sekarang, tiba-tiba saja anak-anak nakal itu mulai keluar aura manisnya. Haha. Saat bicara denganku, mereka bisa menjawab dengan nuansa canda, tidak lagi seserius dulu. Aku pun saat melihat kelakuan ‘salah’ mereka cuma bisa membiarkan, atau malah membahas lebih jauh.
Saat mereka duduk di belakang sambil melihat layar ponselnya penuh perhatian, aku tahu jelas apa yang tengah mereka tonton, dari pengakuan mereka sendiri tentu saja. Saat ku tanya, mereka nonton apa, dengan santainya mereka menjawab sedang nonton CG (tau kan maksudnya, haha). Ku tanya lah, CG itu apa kepanjangannya. Mereka menjawab asal dengan jawaban yang sebenarnya cukup masuk akal, dalam bahasa Indonesia, tapi bukan itu jawabannya. Ku bilang kalo CG itu singkatan dari bahasa Inggris, tapi mereka tidak tahu. Hoho.
Ku tanya lagi, rame tuh yang ditonton, udah selesai belum nontonnya, mereka pada ketawa-ketawa aja. Ah, aku tahu itu tindakan yang salah. Tapi kalo aku mulai bertindak antagonis, merebut ponsel mereka bahkan mungkin menghapus video koleksi mereka, aku tahu jelas bagaimana reaksi mereka. Mereka marah, menyumpah, bukan hal asing lagi untuk melakukannya pada guru. Karenanya aku cuma bisa menasihati secara tidak langsung, sambil berdoa dalam hati agar mereka tobat ke jalan yang benar.
Pernah pula ku tanya jagoan di kelas itu, pelajaran apa yang sebenarnya paling ia sukai di sekolah, dimana ia mau memperhatikan. Ia jawab tidak ada. Mata pelajaran yang disukainya adalah mata pelajaran kosong. Ku tanya lagi, kalo begitu mending tidak usah sekolah aja. Dia jawab dia mau sekolah, karena kalo sekolah dapat uang jajan. Haha. Klasik.
Dengan hari ini, berarti tinggal sekali lagi aku masuk ke kelas itu, Senin depan. Aku bersyukur saat waktu perpisahan semakin dekat, hubunganku dengan kelas menjadi semakin baik, walau mereka masih tidak mau mendengarkan penjelasanku. Setidaknya, aku tidak dianggap sebagai guru menakutkan yang tidak bisa diajak omong. Seorang murid perempuan bahkan curhat padaku, mengatakan bahwa ada kakak kelas yang disukainya. Aduh, imut sekali. Dia tanya, apa aku punya nomornya, apa aku pernah masuk ke kelasnya, dan minta aku mendukungnya. Aku cuma manggut-manggut mengiyakan, meski dalam hati sebuah rasa bahagia mulai berkecambah. Ah, ternyata bila ada murid yang memiliki rasa bergantung pada guru semacam ini, terasa bahagia sekali. ^0^
Senin depan, ku harap aku bisa menyajikan pelajaran terbaik sebagai pelajaran terakhir. Kemudian tentu saja yang tidak boleh ketinggalan, aku ingin foto bersama dengan anak-anak di kelas itu. Kelas ini awalnya begitu menakutkan untuk ku masuki, tapi sekarang menjadi kelas yang begitu berharga.
Wasurenai you ni, Insya Allah.
0 Comments